Wednesday, 15 July 2009

Imam Samudra: ”Demi Allah, Tak Akan Selesai”







Di Penjara Kerobokan, Denpasar, Bali, sebuah sosok bernama Imam Samudra menjemput kematian seperti sebuah anugerah. Lelaki berusia 33 tahun itu berkata, ”Allah telah mencabut semua keraguan dan ketakutan dari hati saya.” Kecuali tubuhnya yang kian ramping, janggutnya yang panjang, kulitnya yang semakin bersih, dan sorot matanya yang dingin, tak ada yang berubah dari Imam Samudra sejak dia tertangkap beberapa bulan silam.

Di penjara yang jaraknya sekitar seribu kilometer dari kampung halamannya, Serang, Jawa Barat, itu dia mengaku rajin menulis surat untuk sang istri dan empat anaknya. ”Saya membuat sejumlah wasiat untuk mereka.”
Dengan ganjaran hukuman mati dari majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Imam Samudra, yang dianggap sebagai arsitek aksi bom Bali, kini menghitung hari sembari menulis sebuah buku memoar.

Tampaknya, Imam Samudra alias Abdul Aziz siap menerima risiko dari jalan kekerasan yang dipilihnya. ”Ini hukum penguasa kafir, harus terus dilawan,” ujarnya dingin. Dia bahkan menyebut vonis mati atas dirinya justru sia-sia. Perjuangan kelompoknya, kata dia, akan terus maju. ”Ini cuma setitik debu bagi para mujahid yang sedang berjuang di luar,” ujarnya. Lalu kapan aksi mereka akan berakhir? Berikut ini petikan wawancara TEMPO dengan bekas mahasiswa kimia di Institut Teknologi Malaya itu.

Mengapa Anda memilih jalan perjuangan seperti sekarang ini?

Awalnya saya membaca buku Allah Turun di Afganistan. Isinya tentang para syuhada di Afganistan. Ada yang digilas tank, tapi tak mati, mungkin karena memang belum waktunya. Ada juga kisah dari makam para syuhada, setiap Senin dan Kamis, terdengar orang bertakbir. Atau soal pasukan mujahidin yang terkurung di satu bukit, tanpa makanan sama sekali. Tiba-tiba, ada helikopter yang menerjunkan makanan bagi tentara Rusia, yang juga terkurung di bagian bukit yang lain. Tapi, dengan takdir Allah, justru makanan itu jatuh di tempat mujahidin.

Kisah seperti itu yang membuat saya tertarik. Banyak riwayat, tentunya yang shahih, fadhilah, atau keutamaan para syuhada. Dikatakan, begitu darah pertama tertumpah ke bumi, segala dosanya diampunkan. Belum lagi jasadnya jatuh, sudah disambut oleh bidadari, yang wanginya itu melebihi dunia dengan segala isinya. Sesaat sebelum dia terluka, telah ditentukan tempatnya di surga. Makanya, dengan keyakinan itu, orang saya itu tak pernah mundur.

Kapan Anda membaca buku itu?

Saya membaca buku itu sewaktu duduk di kelas 2 SMP. Saya dapat dari sepupu saya, yang juga syahid di Afganistan. Namanya Ahmad Sobari. Saya pun tertarik untuk ke Afganistan. Doa saya terkabul. Saya ke Afganistan pada 1990.

Apa yang Anda dapatkan di sana?

Fikrah. Di sana, saya mendapat banyak perubahan cara berpikir. Dulu, saya sangat senang dengan ajaran Syiah, Mu’tazilah, dan lain-lain yang menggunakan logika sebagai dasar. Dulu, sekalipun hadis itu sahih, jika bertentangan dengan logika, akan saya tolak.

Itu sebelum ke Afganistan?

Ya, sebelum ke Afganistan. Saya bahkan masih mengagumi Amien Rais (mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah—Red.) dan lain sebagainya itu. Setelah saya mengerti, itu semua saya masukkan ke tong sampah sekarang.

Pengalaman apa yang paling membekas?

Saya bertemu dengan orang yang paling dibenci oleh Amerika Serikat, seperti Syekh Abdurrasul Sayyaf (salah satu panglima mujahidin di Afganistan). Walau paling dibenci Amerika, dia adalah orang nomor wahid di Afganistan. Saya terkesima, tapi bukan tersihir. Saya banyak mendapat kebenaran dari dia. Selain itu, banyak juga kawan yang berasal dari Arab. Mereka mengarahkan saya kepada fikrah yang sebenarnya.

Pikiran baru itu langsung Anda terima?

Sebenarnya waktu itu masih ada clash, benturan, di batin saya. Misalnya, waktu itu, saya masih menganggap fikrah (pikiran) jihad itu adalah dakwah. Jadi, ada konflik berat. Tapi, waktu itu, saya membaca sebuah hadis, dan ini juga hadis sahih, bahwa yang terberat itulah yang terbenar. Dan itu pasti dibenci oleh orang-orang kafir. Jadi, saya mulai masuk ke dalam mazhab salafus sholeh (mazhab yang berupaya memurnikan kembali ajaran Quran dan hadis, salah satunya dengan cara mengikuti cara hidup Nabi Muhammad—Red.).

Di Afganistan, Anda juga latihan militer?

Secara fisik, katakanlah, memang ada proses militerisasi. Dalam arti dengan jalan Islami, tidak bercampur dengan teori-teori kafir yang lazimnya boleh langsung tampar jika ada yang salah, atau ditelanjangi. Kami tak seperti itu. Jadi, betul-betul dengan metode on to the heart, masuk ke dalam hati betul. Yang salah paling disuruh baca Al-Quran atau baca hadis, atau hukumannya hanya push up dan lari. Kelihatannya itu memang sepele, tapi itu bisa menyentuh hati.

Kalau jadwal latihan harian?

Tergantung kondisi. Kalau lagi perang, latihan kan tak bisa. Situasional sekali. Tapi kita selalu waspada, alert. Itu wajib.

Pasti Anda punya pengalaman bertempur juga.

Ada. Tapi saya khawatir membatalkan amal saya, jadi tak usah diceritakan.

Berapa lama di Afganistan?

Intensifnya berpindah-pindah. Saya berada di sana selama tiga tahun.

Lalu mengapa sekarang berjuang dengan aksi teror bom?

(Sebutan teror bom) itu propaganda orang kafir. Mereka paling tahu cara membungkam Islam. Memang, dalam perang seperti itu, selalu ada propaganda melemahkan lawan. Kita sampai menyebut hal itu teroris karena ayat dalam Al-Quran yang berbunyi ”sampai mereka merasa takut” diterjemahkan Al-Quran versi Inggris oleh Yusuf Ali sebagai to terrorized, bukan to be afraid. Siapa yang harus dibuat takut? Tak lain musuh Allah, musuh Islam.

Tampaknya Anda sangat terpengaruh dengan konflik di Afganistan dan juga mungkin di Palestina. Apakah Anda akan berhenti kalau konflik itu selesai?

Saya menjawab ini dengan mengutip firman Allah Swt., ”Dan perangilah mereka sampai tak ada fitnah.” Hanya ada satu jalan, yaitu jihad. Ada tafsir dari Ibnu Katsir soal fitnah itu. Pertama, kemusyrikan. Kedua, tidak menegakkan hukum Allah. Jadi, untuk mengeliminasi fitnah itu, hanya ada satu cara, dengan jihad. Bukan lewat pemilihan umum, bukan dengan demokrasi. Itu konsep Barat dan yang sekarang menjadi dien atau agama baru. Lalu banyak umat Islam sekarang yang pengecut. Mereka menyembunyikan hadis sahih. Dalam satu hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim disebutkan, ”Aku diutus oleh Allah menjelang hari kiamat dengan membawa pedang.” Itu hadis sahih.

Seandainya persoalan umat Islam lebih mendapat perhatian, apakah akan terus menjalankan jihad?
Bukan soal perhatian atau simpati. Kami hanya menjalankan kewajiban syar’i, kewajiban syariat, hanya dengan satu jalan: jihad fisabilillah.
Tapi aksi teror bom itu kan tidak populer?
Ya, memang seperti itu. Saya beri contoh, ada satu pendakwah Islam yang sangat populer sekarang dan disukai oleh semua agama. Saya tertawa. Itu something wrong. Coba kita lihat Muhammad sebelum mendapatkan kenabiannya. Semua orang suka kepadanya dan dia dijuluki ”Al-Amin”. Dari kaum Quraisy sampai Yahudi pun suka dengan dia. Tapi, begitu risalah kenabian datang, namanya berubah menjadi ”Al-Majnun”. Dibilang orang gila, dibilang tukang sihir, memecah belah persatuan. Jadi, memang seperti itu. Pasti dicela dan dimaki. Seperti firman Allah Swt., ”Dia mengutus kamu Muhammad dengan hidayah, untuk dimenangkan, walaupun orang kafir membenci.” Jadi, kebencian itu adalah satu konstanta. Jadi, kalau tak dibenci orang kafir, ya, artinya belum sampai ke tahap itu.
Ganjaran aksi terorisme adalah hukuman mati....
Hukuman mati tak akan menyelesaikan persoalan. Ini cuma setitik debu bagi para mujahid yang masih berjuang di luar. Saya jamin, persoalannya tak akan selesai. Demi Allah, tak akan selesai.
Anda sama sekali tak takut ancaman mati itu?
Alhamdulillah, Allah telah mencabut semua keraguan dan ketakutan di hati saya.






































Ketiga Terpidana Bom Bali I Meminta Dihukum Pancung
11-08-2008 09:33

Terpidana mati bom Bali I, Amrozi, Abdul Azis alias Imam Samudera serta Mukhlas mengatakan ketiganya sudah siap lahir batin untuk menjalani eksekusi sebagai konsekuensi hukum yang dibuat manusia. Termasuk, eksekusi mati yang sedianya akan dilaksanakan sebelum bulan Ramadhan nanti.

Ketiganya (Amrozi, Imam Samudera serta Mukhlas) sebenarnya sudah sadar atas konsekuensi hukum dunia atas keputusan yang diambil. Meminjam istilah ketiga terpidana mati, keputusan yang dimaksud adalah untuk berjihad. Ketiganya juga menganggap, senapan para eksekutor yang diarahkan kepadanya untuk dieksekusi, bukanlah hukuman dari Allah SWT, akan tetapi sebuah penghukuman manusia.

Imam Samudra cs mengharapkan eksekusi terhadap mereka dilakukan dengan menerapkan syariat Islam. Hukuman mati atau eksekusi itu perlu kesempurnaan proses yang versinya macam-macam. Imam Samudra cs yang ditemui di Nusakambangan menegaskan kesiapan mereka dihukum mati. Bagi mereka eksekusi itu sudah lama ditunggu-tunggu karena di situlah puncak kemenangan dalam mempertahankan prinsip dan akidah agama.

Namun, dalam eksekusinya Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron menolak ditembak dan meminta dihukum pancung alias dipotong kepalanya. Alasannya, hukuman itu sesuai dengan syariat Islam dan dinilai lebih berkah. Selain itu, kemungkinan mati menjadi lebih cepat karena begitu kepala terlepas dari badan, nyawanya juga melayang.

Ani Nurdwiyanti adalah kontributor swaberita dan dapat dihubungi di ani.nurdwiyanti@swaberita.com


Eksekusi Amrozi Cs, Menghitung Jam (Kumpulan berita Eksekusi mati Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas)

Ditulis oleh taxiksa di/pada Nopember 7, 2008

Berita tentang Amrozi cs, memang saat ini sedang ramai-ramainya di bicarakan. Entah bagaimana nasib Amrozi cs ini. Indonesia sempat jadi sorotan publik internasional mengenai ke-tiga Bomber di Bali. Figur yang membuat reaksi Pro dan Kontra ini akan kehilangan nyawa….Ah sudahlah ayo kita baca berita tentang tiga sekawan ini. Ayo baca bareng-bareng saya…

Jika tak ada aral melintang, pelaksanaan eksekusi mati trio terpidana bom Bali, Amrozi, Ali Ghufron alias Mukhlas, dan Imam Samudra, tinggal hitungan jam. Ketiga orang yang divonis mati sejak 2003 itu akan menghadapi regu tembak malam ini atau Sabtu dini hari setelah sejumlah upaya dan perlawanan hukum yang dimotori Tim Pengacara Muslim (TPM) menemui jalan buntu. “Ini dengan catatan, Jakarta tak kembali membatalkan di detik terakhir seperti 3 November lalu,” kata sumber berita.

Salah satu hal yang berpotensi membatalkan eksekusi adalah diberikannya kesempatan bagi mereka bertiga untuk bertemu keluarga serta pengacara. Ini untuk menghindari polemik di kemudian hari soal keinginan terpidana sebelum didor. Seru beritanya ayo lihat seluruhnya dan jangan lupa beri Komentarnya ya?

Opsi ini dipertimbangkan khusus menyusul safari TPM ke Komnas HAM dan Komisi III DPR di Jakarta seharian kemarin. “Sekali lagi, kini semua terserah Jakarta,” tambahnya. Berdasarkan UU No 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, Amrozi dkk telah diberi tahu tentang pelaksanaan eksekusi mati itu sejak Rabu sore lalu (5/11). Yang memberi tahu adalah Kejaksaan Tinggi Bali dan Jateng sebagai eksekutor.

Pasal 6 ayat 1 mengatur bahwa 3 x 24 jam sebelum saat pelaksanaan pidana mati jaksa memberi tahu pada terpidana. Artinya, eksekusi secepatnya dilakukan nanti malam atau Sabtu dini hari. Namun, hingga kini Amrozi dkk belum mengatakan permintaan terakhirnya. Ini karena mereka terus berteriak, termasuk bertakbir, sejak diberi tahu. “Berhenti berteriak sekitar pukul 19.00 Rabu. Tadi pagi sudah normal dan tenang, tapi belum ditanya lagi,” imbuh sumber yang tak mau dikutip namanya.

Nusakambangan saat ini 100 persen siap melaksanakan eksekusi mati.Eksekusi akan dilakukan di lingkungan bekas Lapas Nirbaya yang letaknya sekitar enam kilometer sebelah selatan Lapas Batu, tempat ketiganya mendekam sejak dipindahkan dari Lapas Krobokan, Bali, 2005 lalu. Di sana saat ini juga telah siaga sekitar seribu anggota brimob. Ini belum fungsi kepolisian yang lain.

Beberapa perkembangan terakhir adalah mondar-mandirnya helikopter bernomor 4018 ETA. Heli dengan kopilot Prasetyo itu mendarat dan lepas landas di belakang Lapas Batu hingga tiga kali sejak pukul 09.00 kemarin. Heli itu mengangkut tiga tandu dari kerangka besi dan terpal cokelat untuk mengusung jenazah pada hari H dari Nirbaya ke Balai Pengobatan milik Lapas Batu.

Lokasi helipad itu tak jauh dari Amrozi cs yang kini menempati sel isolasi –sel mereka dulu tapi sudah steril dan terbatas– sejak Jumat pekan lalu (31/10). Karena itu, mereka bertiga dipastikan mengetahui semakin meningkatnya aktivitas di sana belakangan ini. “Ini masih ditambah sipir yang mengantarkan nasi cadong ke sel mereka yang kini selalu didampingi brimob,” imbuhnya. Mereka membayar nasi cadong itu karena menganggap haram memakan sesuatu yang diberikan pemerintah Indonesia.


Selain tandu yang kini ditaruh di Nirbaya, sebuah tenda berukuran 4 x 4 meter juga didirikan di belakang Balai Pengobatan milik Lapas Batu yang akan digunakan sebagai lokasi otopsi dan menjahit luka lubang akibat tembakan. Di sana juga telah ada drum air untuk memandikan jenazah setelah otopsi. Kain kafan pun siap. Namun, sumber koran ini tidak memastikan apakah jenazah Amrozi cs akan disalatkan sebelum diterbangkan menggunakan helikopter. Kemarin ketiganya juga menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kesiapan dieksekusi.

Dia juga tidak memastikan apakah Amrozi dkk hari ini diizinkan salat Jumat berjamaah di masjid dalam lapas. Perkembangan lain adalah telah sterilnya kawasan Nirbaya. Sebab, sekitar 50 penyadap gula kelapa dan jeruk yang sehari-hari menggarap kebun milik Lapas Batu yang bekerja sama dengan sebuah koperasi itu dipindah ke daerah lain kemarin pagi.

“Rencana yang berubah adalah heli tidak jadi standby di Nusakambangan, tapi datang menjemput jenazah pada Sabtu pagi dan lalu kembali terbang,” beber sumber yang lain. Mukhlas dan Amrozi akan diterbangkan ke Lamongan via Semarang untuk mengisi bahan bakar, sedangkan Imam langsung ke Serang, Banten.

Namun, keputusan Kejagung melakukan eksekusi membuat keluarga Amrozi marah. Melalui Ali Fauzi, adik Mukhlas dan Amrozi, pihaknya akan menggugat pemerintah. ”Ini benar-benar tak manusiawi,” keluhnya. Menurut dia, hukuman mati adalah jurang yang sangat dalam dan tak bisa dilewati. Sekali dieksekusi, tak mungkin hidup kembali. Pemerintah harus memberi kesempatan pertemuan terakhir dengan keluarga. Apa yang dilakukan Kejagung sama dengan menumbuhkan bibit dendam yang tak perlu.

Hal senada diucapkan koordinator TPM Jawa Timur Fahmi H. Bachmid. ”Semua prosedur administrasi dengan mengirim surat permohonan izin berkunjung dan pendampingan eksekusi sudah kami kirim. Namun, hingga kini belum ada jawaban (dari Kejagung),” keluhnya. Bila Kejagung nekat mengeksekusi tanpa kehadiran TPM, Fahmi mengingatkan konsekuensinya. ”Lihat nanti, urusan akan panjang,” ancamnya.

Mereka berharap bisa datang dan ikut mendampingi proses eksekusi. Apalagi, pesan terakhir Mukhlas dan Amrozi (yang dikatakan saat dibesuk), mereka ingin bertemu dulu dengan istri-istrinya. Para istri Mukhlas dan Amrozi kini sudah berkumpul di Tenggulun, Lamongan. ”Kalau sudah ada izin, kami akan langsung bergerak ke Cilacap,” tegasnya.

Sementara itu, petugas mulai memperketat penjagaan sejumlah objek vital di Cilacap. Selain Pertamina, bank-bank yang ada di kota pantai itu kini dijaga tim gabungan TNI-Polri. Tapi, penjagaan di Dermaga Wijayapura yang menjadi dermaga utama penyeberangan ke Nusakambangan belum menunjukkan peningkatan. Pemeriksaan masih 200 meter dari pintu gerbang dan belum ada penambahan personel. Satu-satunya penambahan adalah tenda komando yang telah didirikan.

Perahu compreng yang biasanya bisa disewa untuk menyeberangkan orang dan motor ke Nusakambangan juga diminta berhenti beroperasi sejak kemarin hingga Sabtu (8/11). Begitu pula proyek pengaspalan jalan di Nusakambangan, yang menghubungkan satu lapas satu dengan yang lain diminta berhenti. Mereka baru boleh beroperasi kembali pada Minggu, 9/11. “Suasana di Nusakambangan malam ini masih tenang-tenang saja,” imbuh sumber itu.
“Belum ada (eksekusi) malam ini,” ujar seorang pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada persda network, Kamis (7/11). Penegasan senada disampaikan petinggi aparat keamanan di Cilacap. “Masih belum ada kejelasan (eksekusi),” tegasnya.
Kabar Amrozi Cs akan dieksekusi,sudah berhembus sejak Rabu malam (5/11). Namun hingga Kamis dini hari, eksekusi juga belum dilaksanakan. Kamis siang (6/11), isu eksekusi makin kencang.
Berhembusnya kabar eksekusi Amrozi Cs, bermula dari pemberitahuan eksekusi kepada Amrozi Cs pada Rabu sore (6/11). Sumber Persda Network menjelaskan, saat penyerahan pemberitahuan eksekusi tersebut, Amrozi,Imam Samudera dan Mukhlas alias Ali Gufron menolak. “Ketiganya menolak pemberitahuan. Mereka bertakbir,” terangnya.
Surat pemberitahuan tersebut sesuai ketentuan pasal 6 ayat 1 UU Nomor 2/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi. Dalam ketentuan tersebut, jaksa eksekutor wajib memberitahukan kepada terpidana,paling lambat 3 x 24 jam sebelum eksekusi.
Kamis Sore, tim dari Kejati Banten mendatangi kediaman Imam Samudera di Serang. Namun kedatangan tim yang terdiri dari Kejari Serang dan Asisten Intelijen (Aspintel) Kejati Banten ditolak. Ibu Imam Samudera Embay Badriyah dan seluruh anggota keluarga Imam menolak menerima kedatangan rombongan Kejati.
Menurut ketua dewan syuro Tim Pembela Muslim (TPM) Hasyim Abdullah, keluarga tidak mau menerima kedatangan rombongan Kejati Banten, karena belum diizinkan oleh Kejati Banten membesuk Amrozi Cs di Nusakambangan.
Anggota TPM Achmad Michdan menegaskan, pemberitahuan eksekusi kepada ketiga terpidana harus dibuatkan berita acara. “Kalau mereka menola menerima pemberitahuan eksekusi,harus dibuat berita acaranya dong,” lanjutnya.
Selain itu, ketiga terpidana juga tetap diberikan hak untuk menyampaikan pesan setelah ada pemberitahuan tersebut. Menurut Michdan, sesuai pasal 6 ayat 2 UU Nomor 2/Pnps/1964, maka terpidana wajib diberi hak menyampaikan pesan sebelum dieksekusi.
Karena hak-hak tersebut belum diberikan, TPM secara tegas menyatakan Kejaksaan tidak memiliki hak untuk melakukan eksekusi.


Jakarta.Kejagung tetap menutup rapat kapan waktu Amrozi cs akan dieksekusi. Meski banyak spekulasi yang menyebut terpidana bom Bali I itu akan dieksekusi Sabtu (8/11/2008) besok, Kejagung tetap menolak memberi kepastian.”Belum. Belum ada kepastian. Waktunya kan juga belum,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Jasman Panjaitan ” Jumat (7/11/2008).

Jasman mengatakan, yang mengetahui pasti eksekusi mati Amrozi cs hanya orang-orang di lapangan. “Ya kita tunggu saja. Yang tahu itu kan yang di lapangan. Kita menunggu,” tegasnya.

Eksekusi mati Amrozi, Imam Samudera, dan Muklas akan dilakukan di Bukit Nirbaya. Jaraknya cukup jauh dari LP Batu, tempat tiga terpidana mati ditahan. Jarak LP Batu ke Nirbaya sekitar 3 KM.

Sebelumnya, ada sumber menyatakan eksekusi Amrozi akan dilaksanakan 7 November 2008 pukul 03.00 WIB. Namun eksekusi mati tersebut ditunda karena ada kendala teknis di lapangan.

Semarang. Meski belakangan ini pemberitaan mengenai eksekusi terus bergema, Amrozi Cs tenang-tenang saja. Mereka sama sekali tak terpengaruh.”Laporan terakhir mengenai mereka (Amrozi Cs) saya belum tahu. Tapi sejauh ini, saya merasa mereka tak terpengaruh (berita-berita) eksekusi,” kata Kepala Pemasyarakatan Depkum HAM Jateng, Bambang Winahyo, ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (1/8/2008). Bambang mengaku berulang kali ke LP Nusakambangan dan bertemu dengan ketiga terpidana. Menurutnya, tak ada yang berubah pada diri ketiganya. Dua bulan terakhir, pihak Depkum HAM membatasi kunjungan keluarga kepada Amrozi Cs. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. “Hanya keluarga yang punya hubungan darah ya boleh menjenguk. Jumlahnya pun dibatasi,” ungkapnya. Bambang mencontohkan, jika dalam satu waktu ada 10 anggota keluarga yang menjenguk, maka waktunya dibuat bergiliran. Satu kelompok terdiri 5 orang dan boleh menemui dalam waktu yang terbatas. Mengenai teknis pelaksanaan eksekusi, Bambang mengaku tidak tahu. Sementara, Kabid Humas Polda Jateng, AKBP Syahroni menjelaskan, tiga terpidana akan dieksekusi tiga regu tembak. “Kami siapkan tiga regu tembak. Tiap regu berjumlah 14 orang,” katanya di Mapolda, Jalan Pahlawan Semarang.

Jakarta.Terpidana mati Bom Bali I, Amrozi, Imam Samudra dan Muklas akan segera dieksekusi. Jika eksekusi dilakukan, pihak keluarga akan menuntut Kejaksaan Agung. “Saya pikir, keluarga akan menuntut baik dunia dan akhirat,” ujar salah satu anggota Tim Pengacara Muslim (TPM), Fahmi Bachmid di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2008). Menurut Fahmi, eksekusi yang akan dilakukan pada Amrozi cs dapat dinilai sebagai upaya pembunuhan berencana. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan jika teman-teman Amrozi akan melapor ke pihak yang berwajib. Hal ini disampaikan Fahmi beserta 5 anggota TPM yang lain usai menemui Sesjampidum, Muzamni Merah Hakim. TPM meminta agar eksekusi Amrozi ditunda dahulu sebelum surat mengenai penolakan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang PK menjadi jelas. Sebelumnya, 23 Juli lalu tim jaksa dari Kejari Bali dan Kejati Jawa Tengah mengunjungi Amrozi Cs, di Nusakambangan, Jawa Tengah untuk menyerahkan surat pemberitahuan dari panitera MA. Isinya mengenai penafsiran UU kehakiman bahwa PK hanya dapat diajukan satu kali. Namun Amrozi menolak untuk menandatangani.

Jakarta. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta untuk melakukan moratorium (penghentian atau penghapusan) hukuman mati Amrozi Cs. Alasannya, hukuman mati dengan alasan apapun melanggar hak asasi universal. “Kita minta Presiden untuk moratorium hukuman mati, termasuk pidana mati terhadap Amrozi,” kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Patra M Zen kepada detikcom, Kamis (31/7/2008). Moratorium terhadap hukuman mati ini, lanjut Patra, bisa dilakukan dengan cara mengabulkan grasi yang diajukan para terpidana mati. “Hukuman mati terhadap Amrozi melanggar hak asasi universal yang fundamental,” jelasnya. Menurut Patra, bila memang Presiden ternyata mengabulkan, maka hukuman bisa diganti dengan pidana seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara. Penggantian hukuman ini juga mendapatkan hak sama seperti terpidana lainnya, seperti mendapatkan remisi. Untuk kasus Amrozi cs sendiri, Patra mengaku, mendapatkan email yang dikirimkan ke tim pengacara muslim (TPM), tentang penolakan beberapa keluarga korban Bom Bali I di Australia. “Mereka justru meminta tidak dihukum mati dan menentangnya dengan alasan tidak setuju. Memang tidak semua meminta hal itu,” ungkapnya. Patra sendiri berpendapat, tidak ada alasan penghapusan hukuman mati ini menimbulkan rasa tidak adil bagi korban kejahatan para pelakunya. Penerapan hukuman mati di Indonesia dirasakan tidak adil karena hanya dilakukan secara diskriminasi atau pilih-pilih. “Kenapa Tommy yang menjadi pelaku pembunuhan hakim tidak? Para koruptor kakap tidak? Ini kan tidak adil juga. Namun bila ada keluarga korban yang merasakan itu tidak adil, ya harus dihormati juga

Semarang ( Berita ) : Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia (Depkumham) Jawa Tengah tidak memberikan izin kepada media massa untuk meliput eksekusi terpidana mati Bom Bali I, Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas. “Sejak Sabtu (25/10) baik media massa maupun keluarga narapidana tidak diizinkan kunjungan ke LP Nusakambangan,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Depkumham Jateng, Bambang Winahyo, di Semarang, Kamis [30/10] . Bambang menjelaskan, sudah ada beberapa media massa yang telah mengajukan izin peliputan. Namun, ia mengaku, tidak ada satu pun media massa baik itu dari dalam negeri atau luar negeri yang diizinkan masuk ke Nusakambangan. Bambang mengatakan, kebijakan pelarangan liputan media massa ke LP Nusakambangan tersebut berlaku sejak Sabtu (25/10) sampai waktu yang belum ditentukan. Ditanya soal izin kunjungan keluarga Amrozi dan kawan-kawan, Bambang mengaku hal tersebut merupakan kewenangan eksekutor. Menjelang pelaksanaan eksekusi tiga terpidana mati kasus Bom Bali I, pengamanan di Pulau Nusakambangan, Cilacap, terus ditingkatkan. Kejakgung sebelumnya menyatakan eksekusi terhadap Amrozi dan kawan-kawan, akan dilaksanakan pada awal November 2008 mendatang. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Jumat (24/10), menyatakan upaya hukum Amrozi dan kawan-kawan sudah final dan mengikat. “Ketiga terpidana tidak mengajukan grasi, sehingga eksekusi segera dilakukan,” katanya. Sementara pihak Kepolisian Daerah Jawa Tengah menurut Kapolda Jateng Irjen Pol FX Sunarno telah menyiapkan tiga regu tembak untuk mengeksekusi tiga terpidana mati bom Bali I Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas. “Satu orang satu regu. Kalau ini tiga orang berarti ada tiga regu tembak,” kata Kapolda Jateng, Irjen Pol FX Sunarno, di Semarang, Selasa(21/10).










Amrozi Cs Itu Teroris atau Mujahid?
Ditulis pada 10 Nove11beWed, 05 Nov 2008 09:43:54 +0000 2006 oleh antosalafy

Membongkar Pemikiran sang Begawan Teroris (2)

Penulis: Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf

- Imam Samudra menganggap aksi bom Bali sebagai amalan istisyhadiyyah (memburu/ mencari syahid) serupa dengan peristiwa ledakan gedung WTC. Dia berdalil dengan kisah seorang ghulam (anak) yang mati di tangan raja kafir dan kisah beberapa shahabat yang menerobos pasukan kafir. Bahkan dia menganggap aksinya itu sebagai tindakan jihad offensive atau defoffensive. (Aku Melawan Teroris hal. 171-189)

* Bantahan
Teramat banyak nash yang berisikan perintah jihad dan keutamaannya, karena jihad fi sabilillah berkaitan dengan maslahat diniyyah dan duniawiyyah. Jihad menjadikan kalimat Allah senantiasa tegak dan din-Nya tersebar di seluruh penjuru bumi, mencegah siapa yang bermaksud jahat terhadap din-Nya dan pemeluknya. Karena itu, jihad haruslah dilakukan dengan ilmu, sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun orang bodoh, maka tidak layak untuk berbicara tentang perkara sebesar ini. Akibat berangkat dari kebodohan, banyak orang yang melakukan tindakan-tindakan tolol karena dorongan balas dendam semata terhadap musuh tanpa mengindahkan apakah caranya tersebut halal ataupun haram.

Pada dasarnya amalan istisyhadiyyah adalah hal yang baik dan merupakan jihad fi sabilillah. Namun hal itu bila dilakukan pada saat dan tempat yang tepat, yakni di saat dua pasukan (Islam dan kafir) telah bertemu dan berada di barisan peperangan. Sedang yang terjadi di Bali, tak ada barisan perang di sana, tidak pula sedang berkecamuk perang. Maka sangat keliru bila dia mengatakan bahwa aksi itu adalah amalan istisyhadiyyah.

Asy-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi rahimahullah ketika ditanya tentang operasi istisyhadiyyah yang marak akhir-akhir ini, beliau menjawab, “Yang nampak dari dalil-dalil, jelas hal itu tidak disyariatkan, tidak termasuk bentuk penyerangan antara dua pasukan dalam pertempuran. Kami katakan demikian karena:

1. Operasi yang disebut istisyhadiyyah dilakukan bukan lagi dalam barisan peperangan, akan tetapi di luar peperangan. (Yaitu dengan) mendatangi tempat-tempat di mana orang-orang dalam keadaan lalai (tidak dalam barisan perang) kemudian dirinya meledakkan (bom) di tengah-tengah mereka. Sementara nash-nash yang ada menerangkan dalam barisan perang, kaum muslimin di satu barisan dan orang-orang kafir berada di barisan lain, mereka berperang. Kemudian seorang mukmin melemparkan dirinya/ menerobos ke tengah-tengah barisan kuffar.

2. Sesungguhnya yang berjibaku (in-ghimas) ke tengah-tengah pasukan kuffar, dia tidak membunuh dirinya sendiri dan terkadang selamat. Berbeda dengan orang yang sengaja meledakkan diri (dengan bom).

3. Dalam Shahih Al-Bukhari, saat perang Khaibar ada salah seorang shahabat bernama ‘Amir bin Al-Akwa, ketika akan menyerang seorang Yahudi, tiba-tiba ujung pedangnya meleset hingga melukai kakinya kemudian meninggal dunia. Tatkala menyaksikan peristiwa itu, para shahabat banyak membicarakan bahwa ‘Amir bin Al-Akwa telah menggugurkan jihadnya bersama Rasulullah (yakni dianggap telah membunuh dirinya). Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui saudaranya bernama Salamah bin Al Akwa, beliau mendapatinya dalam keadaan sedih. Salamah bin Al-Akwa pun berkata, “Ya Rasulullah, mereka mengatakan bahwa ‘Amir telah menggugurkan jihadnya.” Rasulullah menjawab, “Telah berdusta siapa yang telah mengatakan begitu. Ia berjihad, ia seorang mujahid, amat sedikit seorang bangsa Arab yang tumbuh sepertinya.”

Kejadian yang menimpa ‘Amir bin Al-Akwa adalah kejadian yang di luar kehendaknya dan tanpa kesengajaannya, sehingga Rasulullah menegaskan, “Telah dusta orang yang menganggap ‘Amir telah menggugurkan jihad.” Namun, kejadian itu membuat riskan para shahabat, lalu mengira bahwa ‘Amir menggugurkan jihadnya (membunuh dirinya), dalam kondisi ‘Amir dalam barisan perang dan tidak membunuh dirinya, tidak pula dirinya meledakkan (bom). Lalu bagaimana kiranya dengan seorang yang tidak berada di barisan perang kemudian dirinya meledakkan (bom) di tengah-tengah orang yang sedang tenang?” (Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah hal. 174-176)

Dari sini kiranya para pembaca dapat memahami bahwa bom Bali dan bom-bom lainnya lebih tepat dikatakan aksi bom bunuh diri (dan bunuh diri itu haram).

Imam Samudra ataupun Usamah bin Ladin tidak punya dalil sedikit pun untuk membenarkan aksi-aksi jahatnya. Kisah-kisah jibaku, menerobos pasukan kuffar seperti yang dikutipnya di halaman 175-176 bukanlah dalil yang membenarkan tindakannya. Dia hanya menganalogikan dua hal yang berbeda.

Para shahabat yang dikisahkan berjibaku ke tengah-tengah pasukan kafir hanya dilakukan dalam kancah barisan peperangan, antara barisan muslimin dan barisan kafirin. Adapun yang dilakukannya di Bali, jelas tak ada di depannya barisan pasukan kuffar. Para shahabat yang berjibaku tidak membunuh diri mereka, tidak memasang sesuatu di tubuhnya, tidak melukai dirinya, sedangkan dia (Imam Samudra) dan orang-orang yang melakukan tindakan yang sama sepertinya, mereka menghancurkan dan melukai diri mereka dengan memasang bom di tubuh, dengan bom mobil, atau cara lainnya.

Dalil analoginya sangat lemah. Amat baik kalau orang macam dia banyak belajar. Dia hanya menganalogikan dua hal yang berbeda alias qiyas ma’al fariq. Sementara para ulama ushul mengatakan la qiyas ma’al fariq (tidak ada qiyas jika terdapat perbedaan).

Kaitannya dengan kisah ghulam4 (pemuda) mukmin yang dia jadikan juga sebagai dalil atas tindakannya dan atas aksi bom WTC seperti dikutip di halaman 179-181 dan 186-187 di mana sang raja yang musyrik dan kafir bermaksud untuk membunuhnya, dilakukanlah upaya-upaya untuk dapat mengeksekusinya di antaranya dengan melemparkan sang ghulam mukmin ini dari puncak gunung, kemudian melemparkannya ke tengah-tengah lautan, namun semua upaya untuk mengeksekusinya itu gagal. Allah tetap menyelamatkan sang ghulam hingga pada suatu hari berkatalah ia kepada raja kafir itu, “Engkau tidak akan dapat membunuhku kecuali dengan mengikuti perintahku. Kumpulkan semua manusia di tengah lapangan yang luas, kemudian ambillah satu anak panah dari sarung panahku, letakkan pada busur panah, lalu ucapkanlah bismillahi rabbil ghulam.” Si raja pun mematuhi instruksi ghulam, kemudian panah itu diluncurkan dan mengenai pelipisnya sang ghulam hingga ia pun mati. Masyarakat yang menyaksikan kejadian itu serentak mengucapkan, “Kami beriman kepada Rabb ghulam.” (Saat itu semua masyarakat tidak lagi mengatakan bismil malik (atas/ dengan nama raja)).

Kisah ghulam mukmin ini dimuat dalam Shahih Muslim (no. 3005) dari shahabat Shuhaib Ar-Rumi, dimuat juga dalam Musnad Ahmad, dan yang lainnya. Lihat Tafsir Al-Qur‘anul Azhim (4/521).

Berdalil dengan kisah ini juga tak jauh beda dengan sebelumnya alias qiyas ma’al fariq (menganalogikan dua hal yang berbeda). Bagaimana itu?

Daripada umat dibikin pusing dengan igauannya yang luar biasa ngaco, lebih baik saya suguhkan penuturan para ulama bermanhaj Salafus Shalih tentang hal ini. Simaklah ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau berkata, “Peristiwa ghulam ini membuahkan manfaat yang besar untuk Islam. Dan sesungguhnya perkara yang diketahui oleh umum (banyak orang) bahwa yang menyebabkan ghulam terbunuh adalah ghulam itu sendiri, tidak diragukan! Tetapi dengan kebinasaannya membuahkan manfaat besar di mana umat beriman seluruhnya. Maka jika membuahkan manfaat yang seperti ini bolehlah bagi seseorang membela agamanya dengan dirinya. Adapun sekedar membunuh sepuluh orang atau dua puluh orang tanpa ada faedah dan tanpa ada perubahan sedikitpun, maka perlu untuk dicermati kembali. Bahkan hal itu adalah haram, bisa jadi orang-orang Yahudi akan melakukan pembalasan hingga membunuh seratus orang (dari kaum muslimin, pent.).” (Diambil dari Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah hal. 171)

Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Adapun apa yang dilakukan sebagian orang, dengan membawa alat peledak (bom) lalu mendatangi orang-orang kafir kemudian meledakkannya di tengah-tengah mereka, maka aksi ini adalah bagian dari aksi bunuh diri, wal ‘iyadzubillah.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 1/130)

Jadi, jelas beda apa yang dilakukan Imam Samudra di Bali dan komplotannya di Amerika atau di belahan bumi lainnya dengan apa yang dilakukan sang ghulam mukmin. Kalau dia katakan bahwa setelah peristiwa hancurnya WTC, banyak orang mengucapkan dua kalimat syahadat seperti di halaman 186-187, maka saya katakan, “Dusta! Jangan menutup mata mentang-mentang kamu dipenjara sekarang! Katakan berapa orang yang beriman karena peristiwa itu di Amerika? Jangankan semua, seperempatnya pun tidak ada. Bahkan semua telunjuk-telunjuk manusia mengarah kepada Islam bahwa Islamlah biang kerusakan, terorisme, yang menambah orang-orang kafir semakin yakin dalam kekafirannya.” Tak ada bedanya bom jahat yang terjadi di Bali dan tempat-tempat lainnya, apa yang dia lakukan adalah kerusakan di atas kerusakan.

- Imam Samudra mencela para ulama yang menempuh manhaj Salaf, seperti perkataan, “Mereka tidak ngerti trik-trik politik.” (hal. 92). “Fatwa yang keluar dari mereka akibat tekanan Amerika.” (hal. 184). “Mereka ulama munafiq.” (hal. 186).

* Bantahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (An-Nisa: 83)

Imam Samudra alias Abdul ‘Aziz alias Qudama –dan entah apa lagi namanya– beserta para tokoh panutannya seperti Usamah bin Ladin, Abdullah Azzam, dan lain-lain, bukan ahlinya untuk berbicara masalah yang besar ini (jihad). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Pada umumnya, membahas perkara-perkara yang mendetail ini (jihad) adalah tugas ahlul ilmi.” (Diambil dari Fatawa Al-’Ulama Al-Akabir hal. 25)

Bila yang berbicara dan mengendalikan urusan besar ini dan urusan-urusan lainnya adalah mereka, maka tunggulah saatnya kehancuran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَيَزَالُ النَّاسُ صَالِحِيْنَ مُتَمَاسِكِيْنَ مَا أَتَاهُمُ الْعِلْمُ مِنْ أَصْحَابِي مُحَمَّدٍ وَمِنْ أَكَابِرِهِمْ فَإِذَا أَتَاهُمْ مِنْ أَصَاغِرِهِمْ هَلَكُوْا

“Manusia akan senantiasa dalam keadaan baik dan penuh komitmen selama ilmu yang datang/ sampai kepada mereka dari para shahabat Muhammad dan dari orang-orang besarnya (para ulamanya), namun jika (ilmu) yang sampai pada mereka dari orang-orang kecilnya (orang-orang jahil) niscaya mereka binasa.” (HR. Ath-Thabrani, 9/8589 dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, diambil dari Fatawa Al-’Ulama Al-Akabir, hal. 33-34)

Imam Samudra kehabisan cara bagaimana kiranya dapat mengangkat tokoh-tokoh panutannya itu. Bidang aqidah mereka bukan ahlinya, fiqh juga demikian, hadits apa lagi. Akhirnya Samudra menggelari mereka dengan ulama mujahid, ahlits tsughur. Tapi bagaimana orang yang tidak punya ilmu digelari mujahid atau bahkan ahlits tsughur? Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Imam Samudra mencela para ulama yang menempuh manhaj Salaf di saat mereka tidak mencocoki hawa nafsunya. Ketika para ulama menyatakan haramnya operasi bom seperti yang dia lakukan di Bali, dia dengan pongahnya mengatakan, “Fatwa para ulama itu akibat tekanan dari Amerika.” Ketika para ulama mengutuk peristiwa WTC dengan angkuhnya dia mengatakan, “Para ulama itu munafiq.” Lalu bagaimana dia katakan dirinya mengikuti manhaj Salafus Shalih sedangkan dia mencela ulama-ulama yang menempuh manhaj Salaf?! Bagaimana kiranya pembaca menyikapi dan menghukumi orang yang prototipenya model begini?

Simaklah perkataan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Beliau berkata, “Tak seorang pun yang melanggar kehormatan para ulama yang istiqamah di atas jalan yang haq, melainkan satu di antara tiga keadaan: boleh jadi dia seorang munafik yang telah diketahui kemunafikannya, atau ia seorang yang fasiq membenci para ulama karena mereka (ulama) telah mencegahnya dari kefasiqan/ tindakan fasiq, atau juga dia seorang hizbi, sesat, membenci ulama karena para ulama tidak mencocoki hizbiyyahnya dan pemikiran-pemikirannya yang menyimpang.” (Al-Ajwibah Al-Mufidah hal. 51)
Daging ulama itu beracun, hai Samudra!
(Dan mencela ulama Ahlus Sunnah itu adalah tanda ahli bid’ah, lalu bagaimana kamu mengaku sebagai Ahlus Sunnah?? -ed)

- Imam Samudra menganggap ada kelompok “Salafy irja’i / Murji’ah” di Indonesia, yang mengklaim bahwa tindakan yang dilakukannya bid’ah/ haram. (Aku Melawan Teroris, hal. 171-172)

* Bantahan
Siapa yang kau maksud dengan “Salafy irja’i”? Kalau yang kamu maksudkan adalah mereka yang mengaku-ngaku Salafy yang makmur dengan dukungan finansial dari lembaga-lembaga hizbiyyah bid’iyyah macam Al-Shofwa Jakarta atau Ihya’ At-Turats Kuwait dan yang lainnya (seperti yang kamu sebutkan) maka kamu telah salah. Saya beritahu bahwa mereka itu bukan Salafy. Mereka adalah hizbiyyun Sururiyyun, kepanjangan dari Quthbiyyah Ikhwaniyyah.
Tapi bila yang kau maksudkan adalah mereka yang tengah berusaha menempuh manhaj Salafus Shalih dengan senantiasa mengikuti para ulama yang bermanhaj Salaf, maka gelarmu kepada mereka adalah malapetaka bagimu. Dan semakin membuka kedokmu di atas manhaj apa sebetulnya kamu berjalan. Gelar yang kamu sebutkan “Salafy irja’i/ Murji’ah” sebetulnya bukan hal yang baru jika ditujukan kepada Salafiyyun yang senantiasa menempuh manhaj Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena ciri ahlil bid’ah sejak dulu adalah melemparkan gelar-gelar yang jelek terhadap Ahlus Sunnah. Saya yakin, dirimu tidak paham Salafy, tidak pula paham hakikat Murji’ah sehingga kamu gabungkan antara Salafy dengan Murji’ah.
Sejenak bila menoleh sejarah, sebenarnya telah ada orang yang menuduh Salafy dengan tuduhan murji‘ah seperti yang telah saya singgung di atas. Akhirnya diketahui bahwa yang menuduhnya adalah bermanhaj khariji (Khawarij). Simaklah kisahnya.
Suatu ketika Abdullah ibnul Mubarak mendatangi kota Ar-Ray (sebuah kota yang letaknya di jantung negeri Khurasan, pent.). Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki menghampirinya lalu berkata, “Hai Abu Abdirrahman (ibnul Mubarak), apa pendapatmu tentang orang yang berzina, mencuri, dan minum khamr?” Beliau menjawab, “Aku tidak menganggapnya telah keluar dari keimanan.” Demi mendengar jawaban itu, spontan laki-laki itu berkata, “Hai Abu Abdirrahman, di masa tuamu engkau telah menjadi Murji’ah?!” Beliau menjawab, “Jangan engkau gelari aku dengan murji`ah, sesungguhnya orang-orang Murji’ah itu mengatakan: Kebaikan kita pasti diterima, dan kejelekan kita pasti diampuni (karena menganggap tak ada bedanya antara kebaikan dan kejelekan dan tidak ada pengaruh bagi si pelakunya, pent.). Seandainya aku tahu kebaikan yang kulakukan pasti diterima tentulah aku mengklaim sebagai penghuni surga.” (Belakangan) laki-laki itu diketahui bermadzhab Khawarij. (Atsar ini dikeluarkan oleh Al-Imam Abu ‘Utsman Ash-Shabuni dalam Aqidatus Salaf wa Ashhabul Hadits hal. 119-120, cetakan Darul Asinah)
Nah, sekarang saya tidak akan katakan kamu Salafy Khariji sebab ini berarti mencampuradukkan yang haq dengan yang batil. Tetapi saya katakan kalau kamu adalah Khariji (bermanhaj Khawarij)!

- Imam Samudra mengkafirkan pemerintahan Indonesia, dianggapnya hukum di Indonesia tidak jauh beda dengan hukum Ilyasiq5 yang berlaku di zaman Jenghis-Khan, maka hukum Indonesia adalah hukum kafir new Ilyasiq. (Aku Melawan Teroris hal. 200-201)

* Bantahan
Perkara yang tidak diperdebatkan antara para ulama baik yang terdahulu, kemudian, maupun sekarang, bahwa siapa yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa hukum-hukum buatan manusia, hukum-hukum jahiliyyah dan mengingkari berhukum dengan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau menganggap hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak cocok untuk diterapkan di masa sekarang, atau hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hukum selainnya sama, maka dia telah keluar dari Islam alias kafir. Inilah yang menjadi kesepakatan para ulama yang menempuh manhaj Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah. Seperti halnya mereka juga telah bersepakat tentang tidak kafirnya orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tidak disertai pengingkaran (terhadap hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala).
Bahkan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Al-Imam Abu Bakr Al-Ajurri, Ibnu Abdil Barr, Al-Qadhi Abu Ya’la, dan ulama yang lainnya seperti Al-Jashshash mengatakan bahwa pendapat yang mengkafirkan seluruh orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa memperinci apakah dengan pengingkarannya (terhadap hukum Allah) atau tidak, adalah pendapat (pernyataan) Khawarij. (Lihat Fiqhu As-Siyaasah Asy-Syar’iyyah hal. 86-87)

Sekali lagi manhaj Khawarij inilah yang sebenarnya ditempuh oleh Imam Samudra. Dari pernyataannya, dia mengkafirkan setiap negara (pemerintahan) yang tidak berhukum dengan hukum Allah secara mutlak tanpa memperinci. Agaknya lebih sempurna kalau saya nukilkan ucapan-ucapan para ulama yang bermanhaj Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam hal ini. ‘Ali ibnu Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas tentang tafsir firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمآ أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44)

Kata beliau, “Yakni siapa yang mengingkari (hukum) yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan maka ia telah kafir. Dan siapa yang mengakuinya namun tidak berhukum dengannya maka ia zalim dan fasiq.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya, 10/357, Tafsir Al-Qur’anul Azhim, 2/66)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Yakni dengan penuh keyakinan dan menganggap halal (berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala). Adapun yang melakukan hal itu (berhukum dengan selain hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala) namun dia meyakini bahwa dirinya telah melakukan sesuatu yang haram, maka dia tergolong orang-orang fasiq dari kaum muslimin. Urusannya diserahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, jika (Allah) berkehendak akan mengadzabnya dan jika berkehendak akan mengampuninya.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 6/190)

Masih banyak lagi para ulama lainnya yang mengatakan seperti pernyataan di atas, di antara mereka Al-Imam Al-Baidhawi dalam Tafsir-nya jilid 1/208, Al-Imam Ath-Thahawi lihat Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah (hal. 323-324), Ibnul Jauzi dalam Zadul Masir (3/366), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah, Al-Imam Asy-Syinqithi dalam Adhwa-ul Bayan (2/104), Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Al-Albani, dan lain-lain. (Lihat Fiqhu Siyasah Asy-Syar’iyyah hal. 87-92)

Terakhir, Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمآ أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah: 44),
“Yakni karena mereka mengingkari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sengaja dan membangkang darinya.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, 2/67)

Dan inilah makna pernyataan beliau yang mengkafirkan hukum Ilyasiq di zaman Jenghis-Khan sebagaimana yang dikutip oleh Imam Samudra di halaman 200. Yakni karena mereka mengutamakan dan lebih mengedepankan hukumnya daripada hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Tafsir Al Qur’anul ‘Azhim, 2/73)
Para pembaca, demikianlah upaya penjelasan ini ditempuh sebagai suatu bentuk tanggung jawab kepada umat, ketika kedustaan itu mengatasnamakan Islam, saat kesesatan dan kejahatan itu berlindung di balik nama dakwah Islam yang haq, manhaj Salafus Shalih Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Pengakuan semata tanpa ada dalil, kemudian bertolak belakang dengan kenyataan, tidaklah berarti apa-apa dan tidak bermanfaat sedikitpun. Sekiranya pengakuan saja dapat bermanfaat tentulah pengakuan orang-orang Yahudi dan Nashrani akan bermanfaat dan benar tatkala mereka mengklaim bahwa al-jannah (surga) itu khusus untuk mereka.

Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ كَانَ هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ

“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (Al-Baqarah: 111)
Wal ‘ilmu ‘indallah.

1 Buku itu lebih pas kalau diberi judul Aku adalah Teroris, tentu saja dengan poster sang jagoan yang tengah mengacungkan jari telunjuknya. Sebab tindakan-tindakan dan pemikirannya jauh dari syariat Islam. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang membunuh dan melukai manusia dengan cara yang tidak syar’i, mereka adalah irhabiyyun (teroris). Mereka adalah para perusak, mereka adalah orang-orang yang membuat kacau keamanan manusia dan menciptakan problem dengan negaranya.” (Diambil dari Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah hal. 112-113)
2 Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa kuburan atau penghuni kubur dapat memberi manfaat atau menolak madharat sehingga tempat kembali dan bergantung mereka adalah kuburan. Quburiyyun adalah bagian dari firqah Shufiyyah.
3Hal ini didukung oleh hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Seorang mujahid adalah orang yang bersungguh-sungguh melawan dirinya dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Ahmad dari shahabat Fadhalah bin ‘Ubaid dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah no.549)
4 Lihat kisah ini selengkapnya pada Majalah Asy-Syariah Vol. 1/No.11, Rubrik Permata Hati hal. 66-68.

(Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 13/1426 H/2005, judul asli “Aku Melawan Teroris” Sebuah Kedustaan Atas Nama Ulama Ahlussunnah, karya Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf, url http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=246)

Diambil dari http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=879

DIarsipkan di bawah: Abu Maulid Menulis, Manhaj

No comments:

Post a Comment